Bismillahirrahmanirrahim
Dalam sebuah hutan belantara, hiduplah seorang Harimau yang telah uzur. Ia tinggal di dalam sebuah gua. Karena usianya yang telah uzur, Datuk Harimau begitu ia biasa dipanggil, sudah tidak kuat lagi untuk mencari makan ke tengah-tengah hutan. Untuk bisa bertahan hidup, sang Datuk ini mengandalkan rayuan manisnya dalam mengelabui binatang-binatang yang lewat di depan mulut gua untuk masuk ke dalam gua.
Pada suatu hari, lewatlah seekor kancil di depan gua tadi. Sang Datuk pun tak melewatkan kesempatan ini.
”Mau kemana kancil, buru-buru sekali nampaknya” sapa sang Datuk dengan mulut manisnya.
”Hendak mencari ketimun Datuk, dari pagi saya belum makan”
”Ha kebetulan, di dalam sini banyak makanan, masuklah” rayu sang Datuk
”benarkah Datuk?”
”iya, masuklah cepat” himbau sang datuk dengan penuh antusias.
Si kancil melemparkan pandangan di sekeliling gua, kemudian berujar, ”hmmm.. tak payah lah datuk, biar saya mencari makan sendiri saja”
”kenapa, dari pada mencari-yang belum tentu kan didapa, lebih baik masuk kesini”
”maafkan hamba datuk, bukan saya lancang menolak tawaran datuk, sebab dari semua jejak kaki kawan-kawan saya yang masuk tak satupun ada jejak kaki yang keluar”
”hei kancil….., niat saya baik hanya mau menolong ” sanggah sang datuk
”tak apalah datuk, lebih baik saya lapar dari pada saya masuk jadi mangsa datuk, saya mohon diri dulu datuk” jawab sang kancil dengan penuh senyum kemenangan
Mendengar jawaban dari sang kancil, muka sang datuk merah padam, sebab selama ini belum ada yang pernah berhasil lolos dari tipu muslihatnya.
Kisah diatas, walaupun telah lama saya dengar, namun masih kuat melekat dalam benak saya sampai sekarang. Kisah si Kancil dan Datuk harimau, begitu dulu sering saya menyebutnya. Kisah tersbut mengajarkan tentang perlunya menimbang-nimbang ketika hendak memutuskan sesuatu.
Sebagai seorang manusia, bisa dikatakan setiap hari kita akan dihadapkan pada sesuatu yang menuntut sikap atau keputusan kita. Mulai dari hal yang remeh sampai hal yang paling penting dalam hidup kita. Namun seringkali kita merasa bimbang dan terjebak dalam sebuah sangkar dilema yang tak berkesudahan.
Kalau kita cermati lebih dalam dan dengan penuh kejujuran, keputusan yang berangkat dari perasaan emosional belaka sering kali menyisakan penyesalan di akhirnya. Ibarat kisah diatas, kalaulah si kancil menuruti keinginan perutnya yang lapar, dan tanpa berfikir dan menimbang terlebih dahulu ajakan sang datuk, tentu maut yang akan di jumpainya.
Begitu juga sebaliknya, sebuah keputusan yang lahir dari proses pertimbangan yang masak, penuh dengan ketelitian, dan melibatkan pihak-pihak yang berpengalaman seringkali berbuah manis, walaupun sulit kelihatan diawalnya.
Dan sebagai seorang muslim, ketika analisa sudah dibuat, pendapat yang berpengalaman sudah di dengar, maka sempurnakanlah dengan istikharah, sebab Allah yang Maha Tahu kebutuhan hambanya.
Wallahua’lam